Melepaskan Bukti Paling Shahih dalam Mencintai Review Novel LGBT, The Sweet Sins karya Rangga Wiranto Putra

 


Novel The Sweet Sins/Dokpri


The sweet sins adalah novel berbau liberal sexiest pertama yang saya baca, mulanya saya membaca novel karya Rangga Wiranto Putra ini saat teman saya bilang bahwa dia beli buku gay di sebuah penjualan buku loakan. Awalnya saya tidak tertarik, selain cerita novel agak melenceng dari selera novel yang saya baca, rasanya saya juga sulit meresapi cerita hubungan sesama jenis.

 Tapi ternyata teman saya banyak tertarik untuk membaca The Sweet Sins, berpindahlah novel tersebut ke banyak tangan. Hingga suatu hari teman-teman saya membuka obrolan seru ( seperti bedah buku dadakan ) membahas mengenai makna cinta, realitas takdir dan probalitas hubungan dengan pasangan, sahabat dan keluarga, bahkan proses berubahnya hidup yang buruk menjadi lebih baik.

 “ Keduanya tidak merasa salah, tapi tidak merasa berhak untuk membenarkan “ kata salah satu teman saya yang sok bijak.

Woaw ! kok kesannya berat banget hahaha.

Saya tertarik untuk mendengar obrolan teman-teman saya yang berisi penuh makna dan berat itu,  Setelahnya,  saya tahu bahwa tema obrolan itu di dapat setelah mereka membaca The sweet Sins. Apa nggak merinding saya mendengarnya. Teman-teman saya sangat bijak menerima perbedaan pandangan mengenai seseorang untuk berhak mencintai satu sama lain.

Karena penasaran, akhirnya saya pun meminjam novel The Sweet Sins lalu saya membacanya  seharian.

“ Moesye, bisakah kita melupakan seseorang ? “ tanyaku sambil memeluk Moesye.

Moesye Tersenyum.

“ Tidak, Nak. Kita hanya bisa mencoba untuk tidak memikirkannya lagi “

Kesan pertama saat saya membaca kalimat perhalaman, jujur saja. Saya sudah merinding, seperti menyingkap tirai, di mana saat kita membuka lagi dan lagi kita sudah tahu kisah akhir cerita  tersebut, dan hanya kesedihanlan yang dapat kita rasakan.

Meresapi tokoh Reino cukup membuat saya terkejut, yang saya pikir kalau cerita bertema LGBT akan ada karakter yang melenceng dari kodratnya, kalau laki-laki akan berperilaku  feminin menyerupai banci kalau perempuan akan berpenampilan tomboy menyerupai pria. Tapi Reino berbeda,  entah kenapa cowok seperti Reino mudah saya temukan di mana pun, terutama di kampus. Cowok ganteng, slengekan, apalagi anak teknik dan mudah bergaul. Saya rasa tidak sulit bagi Reino untuk mendapatkan pacar, menjalin asmara dengan perempuan. Tapi karena latar belakang Reino berasal dari keluarga broken home, di mana ada sebuah scane penggambaran sang ayah pernah melakukan  kekerasan fisik pada Reino kecil,  menjadi kenangan buruk bagi Reino. Membawa Reino pada dunia malam untuk mencari kesenangan, bahkan untuk bertahan hidup di kota.  Reino juga memiliki lingkaran pertemanan yang berbeda dengan kebanyakan cowok pada umumnya, ia lebih merasa nyaman berteman dengan Nyta dan Maia, cewek-cewek kota yang luas pergaulan, terutama sahabatnya  itu tidak munafik dan setia kepada Reino.

Karakter Reino masih terlihat biasa saja saat ia berinteraksi dengan Aby, cowok yang di sukai Nyta. Namun, terungkapnya sesuatu yang berbeda dalam diri Reino, sesuatu yang menyerupai sebuah radar di mana radar tersebut akan hidup dan  saling terhubung saat  Reino bertemu dengan sosok pria  tampan bernama Ardo yang menolongnya di suatu malam. Reino telah menyadari adanya sebuah radar yang saling hidup saat pertama kali bertemu Ardo. Walau Reino tidak tahu secara pasti apa yang ia rasakan.

Jika ia menggenggam tangan kita dengan kokoh, berarti ia mempunyai cita-cita yang tinggi dan berusaha sekuat tenaga ntuk mewujudkan cita-citanya . Orangnya tidak mudah menyerah, mempunyai motivasi dan inovasi yang tinggi, serta tipe perfeksionis.

Begitu sempurnanya Ardo di mata Reino di pertemuan  pertama mereka. Dan kekaguman Reino terhadap Ardo yang bersikap dewasa, bijak, berwibawa dan cerdas membuat Reino jatuh cinta, kekaguman itu tidak pernah berubah sampai akhir, di mana Ardo memang layak untuk mendapatkan semua kata sempurna. 

Novel The Sweet Sins
Novel The Sweet Sins/Dokpri

Selain memaknai arti cinta yang sebenarnya, The Sweet Sins juga mengadung banyak pesan melalui teori-teori kehidupan, filsafat hingga seni yang mudah di mengerti, entah itu melalui percakapan serius  antara Reino dan Ardo atau selera humoris yang kelewat vulgar dari obrolan pertemanan Reino dengan para sahabatnya. Sang penulis sangat cerdas menghubungkan semua teori ke dalam cerita sehingga The Sweet Sins mejadi novel berkualitas dan kompleks. Mungkin kita hanya butuh dua kali untuk mengulang kalimat filsafatnya agar mengerti, end than percayalah saat kamu sudah mencernanya, kamu akan berterima kasih dengan sang penulis, bahwa kamu menemukan pengetahuan baru yang penuh makna di sana.

Contohnya saat saya hanya merenung memikirkan kata-kata Maia yang seolah maklum dengan kerasnya hidup, tapi kemudian saya tersenyum setuju. Bahkan ketika setelah membaca novel ini, dan berjalan di pinggir jalan sendirian atau ketika saya merasakan angin di atas motor yang sedang melaju, kata-kata Maia yang terdengar absurd itu,  jelas sekali paling realistis dan masuk akal.

“ Takdir dan cobaan hidup itu seperti pemerkosaan. Jika tidak melawan. Please nikmatilah !!! ” 

Apa pun yang bertema LGBT mungkin akan menimbulkan pro dan kontra, tapi The Sweet Sins melengkapi kata sempurna dan layak mendapatkan apresiasi yang sangat pantas untuk  disebut sebuah karya terlepas temanya yang sensitif dan sulit di terima di masyarakat luas terutama di Indonesia, termasuk saya sendiri pada awalnya.

Terlepas genre cerita novel The Sweet Sins, saya pribadi sangat mengagumi novel tersebut, bukan hanya dari penulisan, alur, konflik serta banyaknya pelajaran yang membuat saya merenung yang akhirnya mengangguk setuju sambil tersenyum. Terima kasih kepada Rangga Wiranto Putra yang telah mempersembahkan kecerdasannya hingga terwujud dalam sebuah cerita The Sweet Sins, berkat buah pemikiran dan tanganmulah The Sweet Sins pantas untuk dibaca, dipahami dan di terima.

Terutama kepada saya dan teman-teman saya untuk belajar mengerti bahwa setiap perasaan manusia akan hidup dan terikat menuju radarnya, namun kita di ajarkan untuk menerima apa yang lebih pantas dan layak hingga pada akhirnya kita menerima sebuah pandangan yang sama. Yang kita butuhkan bukan sebuah pengertain, tapi sebuah penerimaan. Seperti yang di katakan Reino.

Melepaskan bukti paling shahih dalam mencintai

Nulis bagian ini deg-degan, jadi mata berair wkwkwk.

Sekian review  dari saya tentang  salah satu novel favorit The Sweet Sins karya Rangga Wiranto Putra,  terima kasih untuk Andira, teman saya  yang telah meminjamkan novel The Sweet Sins, dan akhirnya resmi menjadi milik saya setelah bertukar novel. Dan kini Andira resmi bergabung di Pesonaretael,  setelah melibatkan pengembang blog ini untuk menghasutnya hahaha.

Gaess komen di bawah ya mengenai kesan kalian saat membaca The Sweet Sins. Terus kasih rekomendasi buat saya dong novel yang bagus bertema LGBT, loh kok aku ketagihan sih ?  

Oh ya setelah baca novel ini saya cari lagu  You Make My World So Colourful yang di dengarkan Reino dan Ardo ketika keduanya liburan ke Ketep Pass Jogja. Jujur saya suka banget lagunya, sering dengerin kalo pulang ngampus,  karena jalan kaki  lewat area perumahan dosen yang sepi, vibes-nya cocok banget.  Dan jadi playlist number wahid pada zaman itu hahaha. Kalau sekarang sih lagi suka dengar lagu Aldy Taher...


Penulis : Leka Andriani 

Komentar

Postingan Populer